Saturday, 15 December 2012

Review: Blue Bloods - Melissa de la Cruz


Di usianya yang ke-15, Schuyler Van Alen mendapat banyak sekali kejutan. Dia menemukan mozaik urat berwarna biru di pergelangan tangannya, lalu diikuti perubahan besar lainnya. Gadis itu jadi begitu bernafsu dengan segala makanan mentah, alergi terhadap sinar matahari, dan sering mendapat penglihatan tentang masa lalu.

Belakangan, Schuyler tahu dia adalah seorang Darah Biru, para vampir yang berabad-abad menyaru di antara golongan elite New York dan Manhattan. Dan kematian seorang anak populer di sekolahnya, dengan bekas luka gigitan di leher, membuka rahasia mengerikan yang tadinya tertutup rapat sejak peristiwa Mayflower tahun 1620. Para Darah Biru harus waspada karena tanpa disadari di antara mereka selama ini ternyata ada Darah Perak—vampir yang memuaskan dahaganya dengan darah dari sesama vampir.

Schuyler sendiri tak tahu kenapa harus terlibat dalam perseteruan maut itu. Tapi masalahnya, ini perang terbuka bak hukum rimba. Darah Biru dan Darah Perak saling memburu sebelum dibunuh oleh yang lainnya terlebih dahulu. Terlambat satu detik saja, bisa jadi dia adalah korban berikutnya!
 Spoiler Alert!!!

Blue Bloods, buku ini diceritakan dari sudut pandang Madelaine “Mimi Force, Bliss Llewellyn, dan Schuyler Van Alen. Mereka membawa saya menulusuri beberapa tempat penting di Manhattan, New York. Dari The Bank, sebuah gedung tua yang disulap menjadi klab malam sampa Duchesne, sebuah sekolah swasta tempat mereka belajar. Sejarah keluarga pun tak lupa mereka ungkapkan. Sehingga tidak butuh waktu lama untuk mengenal tiganya.

Mimi Force, seorang gadis enam belas tahun yang sangat populer.. Ketenarannya tidak hanya di sekolah. Bagi para wartawan New York, wajahnya yang cantik dan menarik tidak lagi asing. Ayah dan ibunya,  Charles Force dan Trinity Burden,  dua tokoh penting dalam dunia media dan masyarakat kelas atas di New York, membuat hal itu menjadi mungkin. Kepopuleran itu juga membuat hampir semua siswa perempuan di Duchesne ingin menjadi dayang-dayangnya. Seakan tak pernah ada masalah dengan sikapnya yang angkuh.

Bliss sendiri adalah murid pindahan. Seperti halnya Mimi, ayah Bliss juga memiliki pengaruh penting. Keadaan ini pula yang membuat ia mengenal Mimi  dan menjadi bagian dari kehidupannya yang glamor. Sayangnya itu tidak membuatnya betah.  Bahkan setelah berbulan-bulan sejak kepindahannya ke Duchesne, ia masih tetap saja tidak menyukai kehidupannya yang baru.

Berbeda dengan Mimi dan Bliss, Schuyler terlahir dari keluarga yang lebih sederhana. Walaupun memiliki sejarah keluarga yang panjang dan penting di masa lalu, ternyata itu tak cukup. Ia tetap saja menjadi kalangan yang tersisih di Duchesne. Tapi itu tak membuatnya kecil hati. Schuyler tidak kesulitan menjalani kehidupannya. Lagipula ia masih memiliki Oliver, sahabatnya sejak kecil. Dan itu sudah lebih dari cukup.

Walau terlahir dari latar belakang yang berbeda, Darah Biru menjadi benang merah yang menghubungkan ketiganya. Darah Biru adalah istilah yang digunakan para vampir untuk menyebut diri mereka. Sebuah pertemuan Komite mengungkapkan semua hal tersebut. Dari pertemuan untuk kalangan terbatas itu semua terungkap. Tidak seperti Schuyler dan Bliss yang baru mengetahui fakta tersebut, Mimi telah mengetahuinya setahun lalu. Namun ia tak pernah menyangka ketika mengetahui bahwa Schuyler, anak perempuan yang selama ini dipandangnya sebelah mata adalah bagian dari kalangan elite yang selama berabad-abad menetap di New York. Bagi Bliss, apa yang terungkap di pertemuan Komite adalah jawaban dari semua pertanyaan yang membuatnya bingung selama beberapa minggu belakangan. Walau terkejut, ia tak dapat menutupi kelegaan yang luar biasa.

Tak berbeda jauh dengan Bliss, Schuyler nyaris tidak dapat mempercayai apa yang didengarnya. Namun dari penjelasan Mrs. Duppont sang pemimpin Komite, ia akhirnya mengerti akan kejanggalan yang ia rasakan. Rasa Munculnya Beauty, anjing peliharaanya, secara tiba-tiba bukanlah suatu kebetulan. Kemampuannya melihat dalam gelap atau bagaimana badannya tetap kurus kini tak lagi membuatnya heran.

Lebih banyak rahasia terungkap sejak pertemuan Komite berakhir. Tidak hanya dari Neneknya, Oliver, pun ternyata menyimpan rahasia penting. Yang mengejutkan adalah ketika mengetahui banyak hal di balik kematian seorang anak perempuan di sekolahnya. Insiden yang beberapa minggu lalu membuat gempar  itu bukan hal yang pertama kali menimpa kalangan Darah Biru. Kemungkinan terjadi hal yang sama dan lebih parah sangat besar. Keberadaan mereka terancam.  Walau oleh anggota dewan tertinggi dari kalangan membantah keberadaan berita ini, namun mereka tak dapat menutupi,  bahwa di luar sanaada sekelompok besar yang menamai diri mereka Darah Perak yang siap membunuh mereka kapan saja.

Senang rasanya ketika mengetahui buku ini selesai diterjemahkan. Rating yang tinggi dari beberapa blogger luar membuat saya penasaran dengan cerita di dalamnya. Bintang-bintang yang mereka berikan untuk buku ini pun ternyata tidak bohong. Ide yang dituangkan Melissa dalam setiap babnya sangat menarik. Ia tidak ragu untuk melahirkan tokoh vampir yang berbeda. Di  dunia baru yang ia ciptakan, matahari, bawang putih, ataupun salib hanyalah mitos belaka. Sosok kejam Count Dracula pun hanyalah rekaan semata. Walau pada bagian awal siklus hidup para vampir pun dituliskan Melissa sedikit membingungkan, namun semua semakin jelas ketika saya masuk ke bab-bab berikutnya. Bagian yang paling saya sukai adalah ketika membaca bab yang bercerita tentang Darah Biru, Darah Perak dan Darah Merah



Melissa juga berhasil menghidupkan beberapa karakter dalam buku ini. Salah satunya adalah Mimi. Dari awal sampai akhir, saya dibuat kesal dan jengah dengan semua tingkahnya. Namun peran yang ia mainkan menjadi salah satu bagian yang penting dalam buku ini. Saya juga menyukai persahabatan yang terjalin Oliver dan Schuyler. Sikap misterius para Dewan Darah Biru ataupun Cordelia, nenek Schuyler juga yang membuat saya tetap penasaran.

Yang tidak kalah penting, hasil terjemahan Blue Bloods tidak sekalipun membuat dahi saya berkerut. Melahap Blue Bloods yang diterjemahkan oleh pihak Gagasmedia, membuat saya tidak ragu untuk membaca Masquerade. Buku kedua dari seri ini yang juga telah diterbitkan Gagasmedia. Semoga empat buku berikutnya akan secepatnya menyusul. 

Namun, beberapa catatan kaki yang terdapat di beberapa bab awal membuat saya sedikit terganggu saat membaca buku ini. Ada beberapa hal yang menurut saya tidak membutuhkan penjelasan tambahan. Entah apakah catatan kaki ini memang tertera dalam buku asli ataukah hanya sekedar tambahan yang dibubuhkan sang editor.
Bagi yang menyukai dan tidak pernah bosan dengan buku yang menyajikan sosok vampir, saya merekomendasikan Blue Bloods untuk menjadi bacaan berikutnya.

Cover
Dibanding cover aslinya yang memperlihatkan sebuah leher yang jenjang dengan bekas gigitan vampir, saya jauh lebih suka design dan warna yang dipilih oleh Gagasmedia. Walau saya masih tidak mengerti mengapa ada gambar kunci di sana.


4/5

Judul: Blue Bloods 
Judul Indonesia: Darah Biru 
Penulis: Melissa de la Cruz 
Penerjemah: Christine Lianita Tumangkeng 
Editor: Ayuning 
Penerbit: Gagas Media 
Tebal: 351 hal 
Cetakan: I, 30 April 2011

No comments:

Post a Comment