Seperti yang dijanjikan petualangan Eragon dan Saphira kembali berlanjut.
Setelah berhasil menahan serangan para pemberontak utusan Raja Galbatorix, mereka kembali harus berbenah. Menyingkirkan mayat – mayat, baik dari pihak urgal maupun dari kaum Varden sendiri, ataupun mengobati yang terluka. Eragon dan Saphira sendiri membutuhkan waktu untuk menyembuhkan luka dan memulihkan energi yang terkuras akibat pertempuran yang cukup besar itu.
Farthen Dur sendiri bisa dikatakan porak – poranda setelah penyerangan. Setelah melalkan prosesi pemakaman bagi beberapa orang penting, oleh dewan tetua, upacara pemilihan pemimpin baru pun dilaksanakan. Nasuada, Putri Ajihad menjadi satu-satunya pilihan. Banyak kontroversi dan spekulasi di dalamnya. Eragon dan Saphira tak punya pilihan lain kecuali bersumpah untuk memberikan sumpah kesetiannya sebagai Penunggang Naga.
Setelah upacara pelantikan pemimpin Kaum Varden yang baru, Nausada pun mengungkapkan berbagai rencana. Eragon dan Saphira ditemani ole Arya akan dikirm ke Ellesmera untuk memperlajari lebih dalam mengenai ilmu sihir dan ilmu pedang yang menjadi keahlian utama seorang Penunggang Naga. Nasuada sendiri memutuskan untuk meninggalkan Farthen Duur dan sementara akan bermukim di Surda. Semua ini dilakukan dalam rangka persiapan menghadapi Raja Galbatorix. Seperti halnya dendam Eragon ada Ra’zac, Nasuada pun berniat untuk membalaskan dendam atas kematian ayahnya dan sejumlah kaum Varden yang tewas akibat penyerbuan para Urgal.
Tak butuh waktu lama untuk mempersiakan kepergiannya menuju Ellesmera. Ternyata tak hanya arya yang akan menemaninya, Orik dari kaum kurcaci pun memutuskan untuk turut serta dalam perjalanan yang tidak bisa dibilang dekat.
Di tengah perjalanan, mereka kembali mendapat pengawalan dari tujuh kurcaci yang akan menemani mereka hingga ke Ceris. Walaupun mereka bukanlah teman perjalanan yang menyenangkan, Apalagi dengan kondisi perjalanan yang harus mereka tempuh juga tidak bisa dibilang menyenangkan.
Entah berapa lama yang mereka habiskan sampai akhirnya rombongan mereka bertemu dengan dua elf, Lifaen dan Nari. Bertemu kedua elf ini berarti menjadi pertanda bahwa tak lama lagi mereka akan sampai di Ellesmera, negeri para Elf.
Penyambutan yang pun dilaksanakan begitu mereka tiba. Sambutan bahkan langsung dilakukan oleh pemimpin tertinggi para Elf, Ratu Islanzadi yang ternyata mempunyai ikatan khusus dengan Arya. Tentu saja menjadi kejutan bagi Eragon dan Saphira. Namun mereka harus menyimpan semua pertanyaan tersebut. Karena pesta penyambutan segera dilaksanakan setelahnya.
Keesokan harinya, kejutan yang tak kalah besar ternyata telah menanti Eragon dan Saphira. Proses pemelajaran pun dimulai. Tak hanya dari kemampuan siir dan pedang, Eragon juga belajar bagaimana memahami bahasa yang wajib digunakan oleh para Penunggang Naga. Semua itu bukan hal yang mudah untuk dijalani. Kelelahan fisik bukan satu satunya hal yang dialami oleh Eragon selama hari – hari di Ellesmera. Tentunya hal itu juga turut dirasakan oleh Saphira
Sementara itu, Roran, sepupu Eragon kembali ke Carvahall. Kesedihan dan amarah segera menyelimutinya begitu mengetahui apa yang telah terjai pada ayah dan lahan pertanian mereka. Yang menggenaskan ternyata serangan para utusan Galbatorix semakin menjadi. Teror seakan tak pernah berhenti menghantui seluruh warga desa Carvahall. Siasat demi siasat pun disusun untuk melawan Ra’zac dan akhirnya diputuskan satu-satunya jalan terbaik adalah meninggalkan desa. Seperti halnya Eragon, Roran dan sejumlah penduduk Carvahall harus menghadapi perjalanan panjang dengan bayang – bayang ketakutan.
Buku kedua ini tetap menceritakan petualangan demi petualangan yang seru. Walau untuk sampai ke sana harus melewati beberapa hal yang membosankan. Hal tu yang saya rasakan ketika mengikuti langkah kaki Eragon menuju Ellesmera. Bukan hal yang mudah memang melewati perjalanan yang sangat jauh.
Seperti dibuku pertama, penambahan tokoh-tokoh baru tetap dilakukan oleh Christopher dan jumlahnya semakin banyak. Bahkan sebelum saya mamu mengenal satu tokoh, meek atelah digantikan oleh tokoh baru lainnya.
Yang menyenangkan adalah kejutan – kejutan yang rasanya tak pernah putus-putusnya diberikan oleh sang penulis, bahkan sampai pada bab terakhir. Rasa penasaran kembali muncul ke permukaan dan rasanya hanya akan terpuaskan dengan membaca seri berikutnya dari triologi inheritance, Warisan.
Eldest
Penulis: Christopher Paolini
Alih bahasa: Sendra B. Tanuwidjaya
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: II, Januari 2006
Tebal: 760 hlm
Penulis: Christopher Paolini
Alih bahasa: Sendra B. Tanuwidjaya
Penerbit: PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan: II, Januari 2006
Tebal: 760 hlm
No comments:
Post a Comment