Saturday, 15 December 2012

Review: Firelight - Sophie Jordan


 Jacinda adalah gadis yang unik. Dia tidak hanya draki—manusia keturunan naga—tetapi juga jenis draki penyembur api pertama sejak empat ratus tahun. Karena kelangkaannya, sang ketua kelompok hendak menikahkannya dengan sang putra mahkota, Cassian, supaya menghasilkan draki-draki penyembur api lainnya.

Ibu Jacinda yang merasa keberatan anaknya hendak “dibiakkan” membawa kabur Jacinda dan saudara kembarnya, Tamra, dari perkampungan draki untuk menjalani kehidupan normal sebagai orang biasa.
Ibunya berharap, naluri draki Jacinda perlahan-lahan
akan padam seperti halnya dirinya.

Namun, ternyata naluri draki Jacinda tidak semudah itu dimusnahkan. Dia ingin sekali kembali ke kelompoknya, di mana udara sejuk dan kabut pegunungan menyegarkan kulitnya. Diam-diam, dia sering menyelinap pergi ke hutan terdekat untuk memelihara kemampuan terbangnya.

Hingga akhirnya dia bertemu Will, pemuda yang bisa menghidupkan naluri drakinya, bahkan di gurun gersang sekalipun. Tetapi Will ternyata adalah orang yang sangat berbahaya, dan Cassian berhasil menemukannya serta mengklaimnya untuk kembali ….
(Goodreads)
Fantasi adalah salah satu genre yang saya gemari. Terlebih ketika sang naga menjadi bagian dalam ceritanya. Ketika mengetahui bahwa buku yang ditulis oleh Sophie Jordan ini juga menuturkan kisah tentang si mahluk mitologi, saya sontak memasukkan buku ini ke dalam wishlist. Dari Goodreads dan Amazon, hampir semua blogger buku luar negeri menyukai buku ini. Terlihat jelas dari rating yang mereka berikan. Membaca beberapa review buku ini dan excerpt membuat saya semakin penasaran. Saat itu, akhir tahun 2010, saya belum mengetahui bahwa Firelight akan diterjemahkan oleh Penerbit Atria. Jadi, sempat terbersit keinginan untuk membeli buku yang diterbitan HarperTeen. Beruntung saya tidak terburu-buru melakukannya. Karena akhir Maret 2011, sang editor mengatakan buku ini sedang dalam proses pengeditan. Senang rasanya. Apalagi ketika buku ini dikirimkan langsung oleh penerbit untuk direview. Saya tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui bagaimana kisah Jacinda, gadis keturunan naga. 

Tidak seperti kawanan Draki- manusia keturunan naga- lainnya, Jacinda adalah jenis draki yang tidak biasa. Dia adalah satu-satunya yang memiliki kemampuan untuk menyembur api. Keberadaan Jacinda menjadi sangat berarti. Ia menjadi tumpuan harapan. Karena draki penyembur api akhirnya muncul setelah menunggu selama empat ratus tahun. Hal ini juga yang menjadi alasan mengapa Severin,ketua kelompok bersikeras untuk menikahkan Jacinda dengan pewarisnya, Cassian. Diharapkan, mereka berdua akan menghasilkan draki-draki penyembur api lainnya.

Namun ide itu ditentang keras oleh ibu Jacinda. Ia keberatan kalau anak perempuannya dijadikan induk pembiak untuk para penyembur api cilik. Malam itu juga , setelah kejadian yang nyaris merenggut nyawa Jacinda, bersama Tamra, saudara kembar Jacinda, mereka meninggalkan rumah secara diam-diam. Memilih kota yang cukup jauh dari jangkauan para draki. Tidak tanggung-tanggung, padang gurun adalah lokasi yang dipilih untuk menetap. Ibu Jacinda tahu benar, di tempat ini, anaknya akan kesusahan untuk berubah wujud. Dengan begitu, secara perlahan, naluri draki Jacinda akan padam. Dan itulah yang diharapkan ibunya.

Sayangnya tidak semudah itu membunuh naluri draki dalam diri Jacinda. Secara diam-diam ia menyusup keluar rumah untuk berubah wujud. Jacinda tahu resiko yang harus ditanggungnya jika ketahuan. Namun ia tak punya pilihan lain. Dorongan naluri draki dalam dirinya terlalu besar untuk dilawan. Masalah lain muncul ketika ia harus beradaptasi dengan lingkungan sekolah yang tidak semuanya ramah. Jacinda kembali bertemu dengan Will, salah satu kawanan pemburu yang dulu pernah ditemuinya saat insiden. Tak hanya Will, pemburu lain juga berada di sekitar Jacinda. Dari aura yang terpancar, mereka seakan siap untuk mengoyak tubuh para draki setiap saat.

Suka!!!. Saya menikmati semua hal yang diceritakan Jacinda. Dari cerita tentang jenis-jenis Draki, bagaimana mereka berubah wujud, semua fakta yang mengejutkan dari penuturan ibu Jancida ataupun cerita tentang kejam para pemburu. Kisah yang terjalin antara Jacinda dan Will juga sebagai pelengkap yang manis. Semua menjadi semakin menarik ketika fakta mengenai Will terungkap. Akhir yang dibuat oleh Sophie Jordan, sang penulis, membuat saya tidak sabar ingin membaca Vanish, buku selanjutnya yang akan dirilis September tahun ini. 

Karakter-karakter di buku ini menarik.Walau banyak diantaranya membuat saya kesal. Nama - nama yang dipilih Sophie untuk para Draki dan keluarganya juga unik. Jacinda, Tamra,ataupun Cassian. Nama mereka tidak pernah saya temui sebelumnya. Saya jadi penasaran dari mana nama-nama itu berasal. 
Jacinda menjadi satu-satunya karakter yang saya sukai selain Will. Semua hal yang dirasakan draki penyembur api ini dengan mudah saya mengerti. Bahkan Ibu Jacinda ataupun saudara kembarnya Tamra dengan cepat menyulut emosi saya. Bahkan keberadaan sepupu-sepupu Will juga sempat membuat saya takut. 

Walau masih menemukan beberapa typo di beberapa bab, saya tetap salut pada kerja keras penerjemah dan editor. Karena mereka mampu menyajikan Firelight dengan sangat baik.
Untuk semua yang suka dengan cerita tentang naga yang tidak biasa, saya merekomendasikan Firelight menjadi salah satu bacaan kalian.

Cover
Dibandingkan dengan cover aslinya, design versi Atria nggak kalah keren. Namun kalau disuruh memilih, cover yang diterbitkan oleh HarperTeen akan menjadi pilihan pertama.

4/5 
Sumber: Penerbit untuk direview
Penulis: Sophie Jordan
Penerjemah: Ferry Halim
Penyunting: Ida Wadji
Penerbit: Atria
Cetakan: I, April 2011
ISBN: 978-979-024-475-7

1 comment: