Wednesday, 12 December 2012

Review: Kiki’s Delivery Service - Eiko Kadono


Karena dia penyihir, pada usia tiga belas tahun Kiki harus pindah ke kota lain. Dia harus meninggalkan Ibu, Ayah, serta kota kelahirannya. Kiki hanya akan ditemani Jiji si kucing hitam.

Ibu sudah melarangnya tinggal di kota besar, tapi Kiki kepalang suka pada kota Koriko, karena menara jamnya sangat tinggi dan letaknya dekat laut. Tapi astaga... warga kota Koriko tidak menyambut Kiki dengan hangat. Apakah Kiki bakal bisa bertahan di kota ini, padahal dia cuma bisa satu sihir: terbang dengan sapu?
 


Di suatu masa, para penyihir tidak lagi menguasai banyak ilmu sihir. Termasuk Kiriko-san, ibu Kiki. Dia hanya memiliki dua sihir. Kiriko-san sangat berharap kiki akan mengikuti jejanknya, karena tak ingin ilmu sihir hanya akan dimilikinya seorang. Ia ingin mewariskannya.

Walau sangat berharap, namun semua keputusan brada di tangan Kik. Untunglah, ketika berumur 10 tahun akhirnya Kiki memutuskan untuk menjadi seorang penyihir. Mendengar keputusan anaknya, Kiriko-san, ibu kiki, segera mengajari dua sihir yang dimilikinya. Sayangnya hanya ilmu terbang dengan sapu yang dapat dipelajari Kiki dengan baik. Walau selama belajar, Kiki tak jarang menabrak tiang.

Kekhawatiran Kiriko-san tidak berhenti. Terlebih saat Kiki menginjak usia 13 yang berarti ia harus meninggalkan rumah dan hidup di kota lain dengan kemampuan sihir yang dimilikinya. Itu pula berarti Kiki harus hidup terpisah dari ibu dan ayahnya. Tanpa pernah bosan Kiriko-san berpesan kepada Kiki hati-hati memilih kota. Bahkan melarangnya untuk memilih kota besar. Di temani oleh Jiji, kucing hitam miliknya, pada malam bulan purnama, Kiki meninggalkan rumah dan siap dengan petualangan baru.

Walau telah diperingatkan, Kiki tetap saja memilih untuk tinggal di kota besar. Kiki sangat suka melihat Menara jam yang sangat tinggi terlebih lagi kota itu dekat dengan laut. Seperti yang dikhawatirkan ibunya, warga kota itu tidak seramah yang diharapkan Kiki. Sebagian dari mereka tidak peduli bahkan ada yang cemooh. Semua orang yang melihat Kiki memberikan komentar-komentar yang membuat Kiki merasa lemas. Untunglah ada Jiji yang tetap memberinya semangat.

Kiki berjalan tanpa tahu harus ke mana sampai kakinya membawanya ke sebuah toko roti. Wanita pemilik toko itu ternyata membutuhkan bantuan seseorang untuk mengantarkan dot milik seorang bayi yang tertinggal di tokonya. Ia sendiri tak sanggup melakukannya karena sedang hamil besar. Mendengar keluhan Osono-san, pemilik toko, akhirnya Kiki menawarkan diri untuk membantunya. Sejak saat itu, Kiki pun memutuskan untuk memulai pekerjaannya di kota besar yang penduduknya tak ramah. Walau jauh di dalam hatinya masih ada keraguan mendalam.

***

Akhirnya selesai juga buku yang satu ini. Padahal saya beli tahun lalu. fuh…susah memang kalau sudah kena virus mogok baca. Hehehe..

Lagi lagi cerita tentang penyihir. Awalnya saya sangat tertarik dengan petualangn kiki, namun sampai dihalaman berikutnya, tantangan yang dihadapi Kiki menjadi monton. Kalau dibandingkan dengan Toto-chan, petualangan Kiki belum ada apa-apanya. Walau saya tetap ingin bisa terbang seperti Kiki. Mungkin akan lebih menarik kalau Kiki menghadapi masalah yang jauh leih rumit.

Terlepas dari ceritanya, seperti Tombo-san, Saya juga ingin bisa terbang dengan sapu milik Kiki. Pasti menyenangkan bisa melihat pemandangan kota dari atas.dan tentu saja bisa pergi ke mana saja tanpa perlu berhadapan dengan macet.

Kiki’s Delivery Service
(Titipan Kilat Penyihir)
Eiko Kadono
Ilustrasi : Akiko Hayashi
Penerjemah: Dina Faoziah & Junko Miyamoto
PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan 1, Juni 2006

No comments:

Post a Comment